Kepsek SMPN 2 Sragen mengawali sungkem foto RA Kartini (21/4). Foto: Wardoyo/Joglsosemar.co |
SRAGEN- Ada pemandangan berbeda terlihat di halaman SMPN 2 Sragen, Selasa (21/4/2015) pagi. Tak seperti biasanya, hampir semua siswa di SMP yang berada di sebelah timur Kantor Bupati Sragen tersebut, pagi itu terlihat sumringah dengan dandanan kebaya dan beskap lengkap dengan aksesoris ala kejawen.Tak hanya siswa, semua guru dan karyawan juga menyesuaikan dengan mengenakan busana yang sama. Tak lama berselang, mereka kemudian mengikuti apel bersama memeringati Hari Kartini di halaman sekolah dengan menghadap foto Raden Ajeng Kartini berkalung bunga yang sudah terpampang di depan.Diawali dari kepala sekolah dan guru, ratusan siswa itu kemudian satu persatu berbaris untuk melakukan sungkem dan sujud di depan foto sebagai tanda penghormatan.“Ayo satu-satu bergiliran. Beri penghormatan untuk pahlawan emansipasi kita Ibu RA Kartini,” ujar Kasek SMPN 2 Sragen, Natalina DM kepada siswa.Suasana hening dan khidmat mengiringi jalannya sungkem yang dilakukan ratusan siswa itu. Bahkan, tak sedikit yang menitikkan air mata saking trenyuhnya. Pulihan wali murid juga tampak setia menyaksikan dari balik pagar sekolah. Natalina pun mengakui meski perayaan serupa hampir dihelat setiap tahun.Jika ide sungkem dan penghormatan kepada RA Kartini itu memang baru dilakukan tahun ini. Meski terkesan sederhana, momen sungkem itu menurutnya bisa amat bermakna.“Dengan penghormatan ini, setidaknya bisa membawa memori anak-anak dan guru untuk mengenang kembali jasa beliau (Kartini) yang sudah memperjuangkan emansipasi wanita. Sehingga anak-anak tidak lupa dengan jati diri mereka dengan tetap meneladani sifat beliau dan melanjutkan perjuangan beliau,” ucap Natalina.Selain sungkem, peringatan kemarin juga dimeriahkan dengan serangkaian lomba diantaranya lomba keluwesan untuk memilih Mas dan Mbak SMPN 2 Sragen, lomba lagu keroncong serta lomba bertema lingkungan seperti lomba kebersihan kelas, melukis di tempat sampah, dan masak bagi bapak-bapak.Selesai pengumuman pemenang dan penyerahan hadiah, seluruh siswa dan guru kemudian berbaur makan nasi pincuk bungkus daun pisang secara bersama-sama di halaman sekolah.“Selain mengakrabkan suasana antara guru dan siswa, makan nasi pincuk dengan bungkus daun pisang ini juga bagian dari upaya untuk melanjutkan semangat cinta lingkungan. Apalagi SMPN 2 Sragen ini sudah mendapat penghargaan Adiwiyata nasional 2014, dan harapannya ke depan bisa naik menjadi Adiwiyata Mandiri,” tandasnya.Salah satu siswi kelas VIII, Deasy mengaku terharu dan sangat senang dengan berbagai kegiatan untuk peringatan Hari Kartini di sekolahnya.Menurutnya dengan berbusana jawa dan menghormat foto Kartini, hal itu akan memberi motivasi bagi siswa untuk senantiasa meneladani sosok Kartini. [Wardoyo/Joglosemar.co]
Membaca berita tersebut saya lantas teringat peran Maya Wulan dalam komedi situasi Awas Ada Sule yang pernah ditayangkan di stasiun televisi Global TV. Dalam adegan-adegan komedi situasi tersebut, Kanjeng Mami yang diperankan oleh Maya Wulan tampil sebagai sosok otoriter yang sangat ditakuti oleh seluruh keluarga. Jangankan kehadirannya, fotonya saja cukup membuat Sule (asisten rumah tangga yang diperankan oleh Sule), Makmur (sopir pribadi keluarga Tiyo yang diperankan oleh Ery Owe, dan Pak Tiyo (menantu Kanjeng Mami) ketakutan dan sungkem.
Jika "sungkem foto Kanjeng Mami" hanya terjadi di layar kaca, "sungkem foto R.A. Kartini" ini terjadi di dunia nyata, di SMP Negeri 2 Sragen. Bisa jadi cara ini dipilih agar terlihat unik dan berbeda dengan cara sekolah-sekolah lain. Apapun alasannya, peristiwa tersebut mendapat respons luar biasa dari pengguna media sosial, beragam komentar pun bermunculan. Berdasarkan pengamatan sepintas, rata-rata komentar menunjukkan ketidakcocokan dengan cara yang dilakukan guru dan siswa SMP Negeri 2 Sragen ini.
Menghormati R.A. Kartini tidaklah demikian, tidak sebatas menghormatinya secara fisik, melainkan lebih kepada meneladankan peran Kartini dalam konteks kekinian. Sebagai Pahlawan Nasional, sosok Kartini patutlah dihormati dan dihargai. Lebih dari itu, sejatinya, sepak-terjang Kartinilah yang patut dipelajari, diteladankan, dan dihargai dalam batas-batas kewajaran. [SB]